GUNUNG SITOLI, Nias-Kabupaten Nias hingga saat ini belum memiliki pabrik pengolahan sumber daya alam, khususnya komoditas pertanian, perkebunan, dan peternakan, sehingga masyarakat sangat bergantung kepada produk dari luar pulau.
Kurnia Zebua, Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Kabupaten Nias, mengatakan kondisi ini menyebabkan produk komoditas pertanian hanya dikonsumsi dalam bentuk mentah dan pengolahan sederhana, sehingga tidak ada nilai tambah bagi perekonomian daerah.
Jika hasil produksi petani di kawasan yang pernah dilanda gempa tsunami hingga menewaskan lebih dari 1.000 orang itu dijual ke daerah lain, nilai jual di tingkat petani dan peternak sangat rendah, mengingat biaya yang dibutuhkan mendistribusikan barang dari Nias sangat tinggi.
Produk Nias dijual melalui Pelabuhan Sibolga untuk didistribusikan ke sejumlah daerah. Perjalanan dari Nias ke Sibolga dari laut membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
Dampak lain akibat tidak adanya pabrik pengolahan, jelasnya, tidak hanya dikeluhkan petani dan peternak, tetapi juga masyarakat konsumen karena harga kebutuhan sehari-hari sangat tinggi, dan inflasi selalu berada di posisi tertinggi di antara kabupaten lain di Sumatra Utara.
“Inflasi di Nias pada 2011 mencapai 13,97% jika dibandingkan dengan inflasi pada tahun sebelumnya. Ini karena hampir semua kebutuhan masyarakat didatangkan dari luar,” Kurnia Zebua dalam Workshop Kebangsentralan Bank Indonesia Wilayah IX, Minggu (21/10).
Kurnia mengatakan pernah ada investor yang menyatakan niatnya untuk membuka industri pengolahan karet di Nias, tetapi tidak lanjutkan karena investor tidak mendapatkan kepastian pasokan bahan baku dari petani dan peternak.
Untuk itu, dia mengatakan pihaknya sedang mempersiapkan Nias menjadi kawasan industri yang dimulai dari perbaikan infrastruktur serta pengembangan komoditas tertentu, sehingga jaminan ketersediaan lahan, serta infrastruktur pendukung pembangunan pabrik dapat diatasi.
Selain pembangunan jalan menuju sentra produksi komoditas pertanian dan perikanan, ujarnya, pihaknya juga sedang merencanakan peningkatan kapasitas Bandara Binaka di Gunung Sitoli. Pada tahun depan, panjang landasan pacu bandara itu akan dinaikkan menjadi 2.800 meter dari panjang saat ini 1.800 meter.
Dukungan Perbankan
Di tempat yang sama, Kepala Perwakilan Wilayah IX Bank Indonesia Nasser Atorf menambahkan dukungan perbankan sangat dibutuhkan untuk menggerakkan ekonomi Nias. Saat ini bank yang membuka kantor di Nias adalah BRI, BNI, Bank Danamon, dan Bank Sumut.
“Perbankan akan datang jika ada pergerakan ekonomi. Namun, kami berharap Bank Pembangunan Daerah menjadi tuan rumah di tempatnya atau memiliki perhatian lebih kepada masyarakat dibandingkan bank lain,” jelas Nasser dalam workshop yang digelar selama 2 hari itu.
Lebih jauh, Kurnia Zebua mengemukakan komoditas utama produksi kabupaten itu meliputi karet, kakao, kelapa, padi palawija, dan produk peternakan seperti babi, kambing, kerbau, sapi, ayam, ikan tuna, kakap, kerapu, dan berbagai jenis ikan laut lain.
Dia menyebutkan pada 2011, produk domestik regional bruto (PDRB) Nias mencapai Rp900,2 miliar, berdasarkan harga konstan, dengan pertumbuhan 6,67% dibandingkan dengan PDRB pada 2010.
Pendapatan asli daerah pada 2011 mencapai Rp5,144 miliar, diperkirakan naik sekitar 300% menjadi Rp15 juta dengan adanya perubahan peraturan daerah tentang retribusi. (esu)
dikutip : http://www.bisnis-sumatra.com/index.php/2012/10/tak-ada-satupun-pabrik-pengolahan-di-nias/
Tak Ada Satupun Pabrik Pengolahan Di Nias
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment